Kemampuan kamera digital menangkap warna dari obyek yang ditangkapnya seringkali membuat gw kagum. Kamera digital seolah memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang manusia tak bisa lihat.
Gw seringkali berharap ada orang yang diberkati dengan kemampuan sejenis. Kemampuan untuk melihat ‘warna’ orang lain, ‘warna’ yang tidak semua orang bisa lihat. Warna yang sesungguhnya. People’s true colours.
Label, agenda, dan intensi, hanya 3 dari banyak hal lain yang jadi parameter kita dalam menterjemahkan warna orang lain. Seringkali kita dibohongi. Lebih sering lagi kita membohongi diri sendiri.
Ironis. Itu yang terjadi. Sama seperti lalat di atas. Warnanya begitu bagus. Anggun bertengger di pucuk daun. Padahal kita sama-sama tahu bahwa lalat adalah mahluk yang jorok. Tempatnya hang-out adalah sampah kita. Ergh…memikirkannya saja gw males.
Kita tak sadar. Kita telah memberi lalat ini label ‘jorok’, ‘hangout di kotoran dan sampah’, dan lain sebagainya.
Tenang. Kabar baiknya, label-labelan ini terjadi juga di dunia kita manusia. Dan jauuuh lebih sadis!

"Gray Area" So, the whole post is just a teaser. Up next: my very short trip to Kebun Raya Bogor. Stick with me. :)
Entah ya. Gimana mau menterjemahkan warna orang lain, kalau kita saja tidak bisa melihat warna kita sendiri. Atau, mau memilih jalan aman saja? Berada di tengah-tengah. Gray area?
Well. Gw bukan berusaha benar dan sok tahu. Ini cuma monolog abstrak.
Cheers,
Leonardo
ps: semua foto oldig-free pastinya. :)
that’s life…
common banget ya komen gue >>> merujuk pada “that’s life
kita dibohongi hidup, kita membohongi diri sendiri, ya begitulah adanya, ya begitulah hidup.
tapi lucu juga ngeliat monolog lo soal hidup ini dikaitin sama foto2 lo ^^